Bonus Demografi Tinggal Mimpi.
Sebagian
besar masyarakat Indonesia mempercayai bahwa pada 2030 Indonesia akan menikmati
apa yang disebut dengan Bonus Demografi. Bonus Demografi adalah suatu keadaan atau
fenomena dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan
karena jumlah penduduk usia produktif sangat besat sedangkan proporsi usia muda
semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum terlalu banyak.
Indonesia
akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun)
berjumlah 70 persen, sedangkan penduduk tidak produktif usia dibawah 14 dan
diatas 64 tahun berjumlah 30 persen. Hal ini diperkirakan terjadi di Indonesia
pada rentang tahun 2020 hingga 2030. Dengan demikian pada 2020 Indonesia akan
memiliki angkatan kerja atau produktif sebanyak 180 juta jiwa dan jumlah
penduduk tidak produktif hanya 60 juta jiwa. Dengan kata lain satu orang
berusia produktif hanya akan menanggung 3-4 orang yang tidak produktif, keadaan
ini diyakini mampu meningkatkan tabungan masyarakat dan tabungan nasional.
Namun
peristiwa atau keadaan Bonus Demografi ini dapat menimbulkan masalah dan
harapan indah tentang Bonus Demografi bisa rusak akibat beberapa hal
diantaranya adalah, Meningkatnya balita penderita stunting atau kerdil di
Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada
2013 sebanyak 9 Juta anak Indonesia menderita stunting dan jumlah ini bisa
bertambah pada 2017. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek pada usianya.
Stunting berdampak kepada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan
penurunan produktivitas.
Saat
ini, Inadonesia merupakan salah satu Negara dengan prevalensi stunting yang
cukup tinggi dibandingkan dengan Negara-negara berpendapatan menengah lainnya.
Menurut data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Indonesia menduduki kelompok Negara-negara
dengan kondisi stunting terburuk dengan kasus stunting pada balita dan anemia
pada perempuan dewasa bersama 47 negara lainnya yakni, Angola, Burkina Faso,
Ghana, Haiti, Malawi, Nepal dan Timor-Leste.
Bukti
dari dunia internasional menyebutkan bahwa masalah anak kerdil atau stunting
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan produktivitas pasar kerja, dengan
potensi kehilangan 11% Gross Domestic Product, serta mengurangi pendapatan
pekerja dewasa hingga 20%. Masalah stunting juga memperburuk kesenjangan karena
mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan dengan demikian
menciptakan kemiskinan antar generasi.
Masalah
yang Nampak didepan mata ternyata tidak direspon secara baik oleh Pemerintah.
Hal ini ditandai dengan focus Pemerintah hanya kepada percepatan pembangunan
Infrastruktur. Bahkan Presiden Joko Widodo sangat berambisi agar seluruh
pembangunan Infrastruktur di Indonesia selesai sebelum 2019, dimana pada tahun
itu sudah memasuki tahun pemilihan legislative dan presiden secara serentak di
seluruh wiilayah Indonesia.
Ketidak
berpihakan Pemerintah terhadap masalah Stunting atau kekerdilan dapat dilihat
dari Alokasi dana pembangunan Infrastruktur yang semakin naik setiap tahunnya. Data
dari Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa pada 2014 alokasi dana untuk
pembangunan Infrastuktur sejumlah 225 triliun rupiah, nilai itu bertambah
semakin naik pada 2015 menjadi 300 triliun rupiah. Lonjakan tertinggi terjadi
dari rentan 2015-2017. Pada 2017 alokasi dana bagi pembangunan infrastruktur
mencapai 387.3 triliun rupiah. Dengan kata lain alokasi dana bagi pembangunan
infrastruktur naik tajam mulai 2014 hingga 2017 sebesar 123.4%
Hal
ini berbanding terbalik dengan Alokasi dana bagi kesehatan. Masih menurut data
dari Kementerian Keuangan bahwa, sejak 2014 hingga 2017 tidak ada kenaikan yang
berarti untuk alokasi dana perbaikan kesehatan. Hingga 2017 alokasi dana
kesehatan hanya naik sebesar 83.2% dari 2014. Jika pada 2014 alokasi dana
kesehatan berjumlah 55 triliun, pada 2017 ini alokasi dana bagi kesehatan
masyarakat hanya 104 triliun rupiah.
Mampukah
104 triliun rupiah menyelesaikan persoalan kesehatan yang tidak hanya permasalahan
stunting. Karena saat ini Indonesia juga dihadapi persoalan penyakit katarak
pada balita. Pembangunan pada hakekatnya adalah memanusiakan manusia. Pembangunan
fisik, termasuk infrastruktur harus mengacu kepada tujuan memanusiakan manusia.
Komentar
Posting Komentar