PENGELOLAAN KAWASAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI DESA SUKARARA LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KETAHANAN MASYARAKAT DESA SUKARARA
PENGELOLAAN KAWASAN EKOWISATA
BERBASIS MASYARAKAT DI DESA SUKARARA LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT SERTA
IMPLIKASINYA TERHADAP KETAHANAN MASYARAKAT DESA SUKARARA
M Sunu Probo Baskoro 1*
7716167947
1 Environmental Management
Department Post Graduate of Jakarta State University, Bung Hatta Building 2nd
Floor Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta, 13220 Rawamangun
Jakarta, Indonesia.
* Corresponding Author: M Sunu
Probo Baskoro, Environmental Management Department Post Graduate of Jakarta State
University, Bung Hatta Building 2nd Floor Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Jakarta 13220 Rawamangun, Indonesia, E-mail: sunu.dhadho@gmail.com, Phone: +62-81297015560
Abstrak
Masyarakat
di Desa Sukarare Lombok Timur Nusa Tenggara Barat berperan aktif dalam
mengembangkan potensi desa Sukarare yakni mengembangkan kekayaan kearifan local
berupa adat istiadat dan seni budaya. Pengembangan yang mereka lakukan adalah
menjaga segala bentuk orisinalitas bangunan fisik rumah adat, upacara-upacara
adat serta menjaga tradisi yang dilestarikan turun menurun seperti kewajiban
menenun bagi kaum wanita sebelum bernajak dewasa. Masyarakat desa Sukarare juga
berperan aktif berpartisipasi dalam semua kegiatan di Desa Sukarare seperti
partisipasi tenaga, partisipasi harta benda, partisipasi ketrampilan,
partisipasi kemahiran, serta partisipasi social. Partisipasi itu diberikan
dalam rangka kontribusi yang masyarakat berikan dalam mengelola Kawasan Ekowisata
Desa Sukarare Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan guna
mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam mengelola kawasan Ekowisata
Desa Sukarare serta implikasinya terhadap ketahanan masyarakat desa khususnya
Desa Sukarare Lombok Timur. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara
dan observasi lapangan dan dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif. Pengembangan
Ekowisata ini pada akhirnya mampu meningkatkan ketahanan masyarakat desa,
social kemasyarakatan, pelestarian alam, pelestarian adat istiadat serta
budaya.
Kata
kunci : Pengelolaan
Kawasan Ekowisata, Ketahanan Masyarakat Desa, Pelestarian adat istiadat,
Pelestarian Budaya, Partisipasi Masyarakat
Introduction
Permasalah yang dihadapi oleh Negara-negara berkembang
adalah begitu banyaknya desa-desa yang miskin dan terbelakang. Pernyataan ini
sesuai dengan Tesis yang dilakukan oleh Schumacher (1979; 162) yang menyatakan
bahwa persoalan pokok yang dihadapi Negara-negara berkembang terletak pada dua
juta desa yang miskin dan terbelakang. Schumacher berpendapat bahwa selama
beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan, maka masalah kemiskinan di
dunia ini tidak dapat diselesaikan, dan mau tidak mau pasti akan lebih
memburuk.
Dalam membangun desanya, masyarakat desa
biasanya seringkali menunggu bantuan dan uluran tangan dari pihak luar desa.
Inisiatif membangun desa itu bukanlah dating dari masyarakat desa itu sendiri. Situasi
yang seperti inilah yang membuat masyarakat desa semakin tergantung dengan
masyarakat luar desa. Bahkan situasi akan menjadi lebih buruk bila tidak ada
bantuan bagi desa maka penduduk desa akan pergi meninggalkan desa guna mencari
penghasilan.
Suatu kondisi menarik terjadi di Desa Sukarare
Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, ketika masyarakat asli Lombok mulai mencoba
peruntungan dengan mencari kerja ke kota khususnya ke pulau Bali, sejumlah
masyarakat di Desa Sukarare Lombok Timur Nusa Tenggara Barat mencoba untuk
mengelola desanya menjadi Kawasan Ekowisata. Pemilihan konsep Ekowisata bagi
Kawasan Desa Sukarare dikarenakan konsep Ekowisata memiliki karakteristik.
Karakteristik itu menurut Nugroho (2011; 3) karena Ekowisata mengedepankan
konservasi lingkungan, kesejahteraan penduduk local dan menghargai budaya
local. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi sehingga
ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar (Fandeli 2000; 8).
Dengan demikian, ekowisata dianggap tepat
untuk dikembangkan di kawasan desa Sukarare karena dianggap apresiasinya
terhadap lingkungan, baik lingkungan alam ataupun social budayanya. Awalnya
masyarakat merasa kesulitan untuk mengembangkan model kawasan ekowisata di Desa
Sukarare. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat dan belum adanya
bantuan dari Pemerintah baik secara pendidikan dan pengetahuan ataupun secara
finansial.
Awalnya, masyarakat tidak mengetahui arti dari
ekowisata, sebagaimana ekowisata didefinisikan sebagai perjalanan wisata yang
bertanggung jawab ke suatu destinasi dengan tujuan untuk mengkonservasi alam
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat local. Ada perbedaan yang cukup
kentara antara ekowisata dengan wisata berbasis alam. Pariwisata alam hanya
melakukan perjalanan ke tempat-tempat alami sedangkan ekowisata, secara
langsung memberikan manfaat bagi lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat
local.
Untuk mengembangkan sebuah kawasan Ekowisata
diperlukan peran Pemerintah yang bekerja sama dengan penduduk local. Salah satu
hal yang harus dilakukan Pemerintah dalam mengembangkan sebuah kawasan
ekowisata adalah membuat kebijakan pariwisata. Secara sederhana kebijakan
pariwisata dapat diartikan sebagai, kebijakan yang mengidentifikasi
sasaran-sasaran serta tujuan-tujuan yang membantu agent dalam proses
perencanaan industry pariwisata (Funnel 2008; 134)
Pemerintah sebagai pemutus kebijakan
bergandengan dengan masyarakat dalam mengembangkan kebijakan pariwisata yang
berwawasan manajemen lingkungan. Langkah yang dilakukan diantaranya mengulas
project kawasan ekologi, merencanakan program dari sudut pandang lingkungan,
meningkatkan kapasitas masyarakat local dalam menguasai isu-isu lingkungan
terutama terkait pembangunan daerah-daerah tujuan wisata serta mengintegrasikan
pengembangan wisata dengan kebijakan manajemen lingkungan pada tingkat local,
kawasan ataupun secara nasional (Funnel, 2008;135)
Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha
pariwisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal ini dikarenakan
masyarakat local yang meniliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang
menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga keterlibatan
masyarakat menjadi mutlak.
Ekowisata berbasis masyarakat dapat
menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat local dan mengurangi kemiskinan,
dimana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis, seperti
ongkos transportasi, pemandu wisata, penginapan, dan menjual kerajinan
masyarakat.
Fenomena pengelolaan ekowisata berbasis
masyarakat belum banyak diulas oleh masyarakat. Dalam berbagai jurnal yang
telah diterbitkan, pokok bahasan dalam jurnal-jurnal itu hanya membahas terkait
strategi komunikasi ekowisata berbasis masyarakat, identifikasi potensi
ekowisata berbasis masyarakat local, dan strategi komunikasi pemasaran dari ekowisata
berbasis masyarakat. Penulis hingga kini belum mendapati adanya jurnal yang
secara khusus membahas Pengelolaan Desa Ekowisata Sukarare dan Implikasinya
terhadap Ketahanan Masyarakat Desa
Telaah penelitian sebelumnya, A.
Sudinata
(2012), yang menekankan kepada persepsi wisatawan dan masyarakat mengenai
pengembangan ekowisata Taman Sari Buwana, dimana wisatawan dan masyarakat
sangat mendukung positif kegiatan ekowisata di Taman Sari Buwana. Sukma Arida
(2009), yang melakukan penelitian pada 3 desa kuno di Bali, yang menyebutkan
dalam proses pengembangan salah satu desa yaitu Ekowisata Desa Kiadan dapat
dipilah menjadi 3 fase atau tahapan pengembangan yaitu Tahap Perintisan, Tahap
Penguatan dan Tahap Pengembangan. Persamaan dari penelitian tersebut pada
penelitian yang dilakukan oleh Nyoman Sukma Arida (2009) sama- sama mengacu
pada proses pengembangan, sedangkan penelitian Septitah (2010) sama-sama
mengacu pada pemberdayaan masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan
Sudinata mempunyai objek penelitian yang sama dimana penelitian tersebut lebih
terfokus pada persepsi masyarakat terhadap pengembangan Taman Sari Buwana,
sedangkan penelitian ini lebih terfokus pada bentuk pemberdayaan masyarakat
dalam proses pengembangan Taman Sari Buwana.
Bentuk Pemberdayaan Masyarakat,
Sumodoningrat, 1999 (dalam Septitah 2010) menyebutkan pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi
kemampuan yang mereka miliki. Dadang (2003) menyimpulkan bahwa pemberdayaan
mempunyai makna lebih kepada masyarakat yaitu suatu usaha untuk mentransformasikan
kesadaran rakyat dan sekaligus mendekatkan masyarakat dengan akses untuk
perbaikan kehidupan mereka. (dalam Septitah, 2010). Bentuk pemberdayaan
masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya-upaya pelibatan
masyarakat Desa Tunjuk khususnya sebagai pelaku ekowisata itu sendiri
Produk Ekowisata, Wikipedia menyebutkan, produk adalah barang
atau jasa yang dapat diperjualbelikan (http://id.wikipedia.org/wiki/Produk)
. Sedangkan Ekowisata didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata
yang bertanggung jawab di tempat atau daerah-daerah alami yang dikelola
berdasarkan kaidah alam, dengan tujuan selain untuk menikmati keindahan, juga
melibatkan unsur pendidikan dan dukungan terhadap usaha konservasi alam dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat (G. Sudarto,1998 dalam Sukma
Arida, 2009). Definisi ini kemudian dijabarkan dalam lima prinsip, yaitu (1)
memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian
lingkungan; (2) pengembangannya didasarkan atas musyawarah dan persetujuan
masyarakat setempat; (3) memberikan manfaat kepada masyarakat setempat; (4)
peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang
dianut masyarakat setempat dan (5) memperhatikan peraturan perundang- undangan
di bidang lingkungan hidup dan kepariwisataan (Anonim, 1997 dalam Sukma Arida,
2009).
Pada akhirnya, ekowisata membawa dampak
positif terhadap pelestarian lingkungan, kearifan local dan pelestarian budaya
masyarakat setempat. Pelestarian budaya local dan kearifan local secara tak
langsung juga menumbuhkan jati diri dan rasa bangga diantara penduduk setempat.
Hal ini seiring dengan meningkatnya kegiatan ekowisata.
Method
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan
pendekatan fenomenologis, dimana peneliti berusaha menggali informasi dan data
dari penduduk asli desa Sukarare Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Untuk teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan tenik
wawancara mendalam dan observasi langsung di desa Sukarare. Peneliti
menyempatkan dating ke desa Sukarare Lombok Timur Nusa Tenggara Barat pada
medio 25-27 April 2017.
Peneliti juga melakukan diskusi kelompok terarah, pertemuan
antar individu ini merupakan kegiatan untuk melakukan verifikasi data dan
perumusan strategi di tingkat desa.
Hal terakhir yang dilakukan oleh peniliti selama penelitian
adalah dengan melakukan dokumentasi. Teknik ini dilakukan untuk mengkaji dan
menganalisa berbagai data, dokumen serta arsip yang berkaitan dengan kawasan
ekowisata Desa Sukarare Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Pembahasan
Kawasan Ekowisata Desa Sukarare Lombok
Timur Nusa Tenggara Barat
Desa Sukarare merupakan sebuah desa
yang berada di kecamatan Sakra barat, Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Desa ini terbagi dalam lima dusun, yakni Dusun Tangar, Dusun
Sukarara Selatan, Dusun Sukarara Utara, Dusun Repok dan Dusun Sukawangi.
Desa ini memiliki penduduk kurang
lebih 6.033 jiwa pada 2014. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Desa
Sukarara masuk pada derah topografi datar dengan ketinggian 300-400 DPL/Meter.
Curah hujannya 1.190 dengan suhu udara 25-30. Adapun untuk luasan wilayahnya
544,58 Ha. Batas-batas desa dan jarak antara tempuhnya sebagai berikut:
1. Sebelah
utara berbatasan dengan Desa Suwangi Kecamatan Sakra dan Desa Pejaring
Kecamatan Sakra Barat
2. Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Gunung Rajak Kecamatan Sakra dan Desa Pejaring
Kecamatan Sakra Barat
3. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa Rensing Kecamatan Sakra Barat dan Desa Lekor
Kabupaten Lombok Tengah
4. Sebelah
Barat berbatasan dengan Desa Saba kecamatan Lombok Tengah
5. Jarak
tempuh ke ibukota kecamatan 3 KM
6. Jarak
Tempuh ke Ibukota Kabupaten 15 KM
7. Jarak
Tempuh Kota Propinsi 50 KM
Adapun Jumlah penduduknya sebanyak 6033 Jiwa dengan Jumlah
Laki-laki 3015 dan Perempuan 3018. Jumlah KK 1842 dan 100% beragama Islam.
Untuk mata pencaharian penduduk sebagian besar menjadi Petani dengan jumlah
2015 Jiwa, Buruh Tani 1294 Jiwa, pedagang 88 Jiwa, PNS/TNI/Polri 10 Jiwa,
Montir/sopir 14 Jiwa, Tukang Batu/Tkang Kayu 162 Jiwa, Guru 25 Jiwa, Karyawan
Swasta 8 Jiwa, Pengrajin 20 Jiwa dan lainnya 6 Jiwa.
Untuk tingkat pendidikan warga, Desa
Sukarara tergolong desa yang menengah disbanding dengan desa-desa lainnya di
Kabupaten Lombok Timur, hal ini dilihat dari sebaran penduduk berdasarkan
tingkat pendidikannya sebagai berikut:
1.
Pasca Sarjana berjumlah 3 Orang
2.
Sarjana 61 Orang
3.
Diploma III berjumlah 12 Orang
4.
SMA Sederajat berjumlah 505 Orang
5.
SMP Sederajat 877 Orang
6.
SD/MI berjumlah 1492 Orang
7.
Tidak Tamat SD/MI sebanyak 735 Orang
8.
Buta Huruf sebanyak 1178.
Dari
data tersebut diatas, ditemukan bahwa mayoritas penduduk Desa Sukarara hanya
menamatkan pendidikan pada tingkat SD dan buta Huruf. Kenyataan yang cukup
memprihatinkan ketika di saat yang bersamaan program pemerintah justru sedang
berupaya mengurangi angka warga yang buta huruf.
Untuk Perekonomian warga Desa Sukarara terdapat pasar tradisional 1 unit, Kios/
warung sebanyak 37 unit dan indutri Menengah 6 Unit. Dari kondisi
pendidikan dan ekonomi selanjutnya menjadi cermin untuk basis produksi warga
Desa Sukarara. Untuk kondisi pertanian terutama pada Padi dan Palawija,
sebagian besar warga menggunakan luas areal lahannya untuk menanam padi yakni
seluas 362,78 Ha, sementara untuk Kacang Kedelai seluas 6,42 Ha dan Cabai 15,40
Ha. Untuk perkebunan sendiri, warga desa Sukarara secara 100% menggunakan
lahannya guna menanam tembakau dengan luasan lahan 329, 24 Ha.
Khusus mengenai kondisi perekonomian
di desa Sukarara tida terlepas juga dengan pengaruh perekonomian global.
Sehingga walaupun ketersediaan lahan yang begitu luas untuk bertani, akan
tetapi maslaah pemasaran dan biaya produksi yang besar membuat petani banyak
menyewakan lahannya dan kemudian mereka menjadi buruh tani. Terdapat juga
kepemilikan tanah luas yang dimiliki perseorangan sehingga dari kondisi
tersebut angka buruh tani sangat banyak. Hal ini berarti nasib perekonomian
warga setempat bergantung pada musim panen atau 2-3 kali setahun. Sementara
itu, para pemilik lahan terutama yang menanam tembakau beberapa waktu lalu juga
banyak mengalami kerugian, sehingga membuat mereka berhutang yang melebihi
kuasanya.
Dalam adat istiadat Desa Sukarara
juga mewajibkan anak-anak perempuan mereka untuk pandai menenun. Latihan
menenun telah dilakukan oleh kaum perempuan warga desa Sukarara sejak mereka
berumur enam tahun hingga dewasa sampai mereka tak mampu lagi menenun. Hal ini
menjadi kewajiban dikarenakan sebagai bekal ketrampilan bagi kaum perempuan di
Desa Sukarara. Bila kewajiban ini tidak dilaksanakan oleh perempuan di desa
Sukarara maka perempuan itu dilarang untuk menikah.
Dari kondisi tersebut, sabagai salah satu alternative
ekonomi yang dibangun oleh warga, keputusan untuk bermigrasi dan bekerja diluar
negeri menjadi suatu pilihan yang
selanjutnya menjadi tradisi sendiri bagi warga.
Pengelolaan Kawasan Ekowisata Desa
Sukarara Lombok Timur NTB
Hasil Analisa Deskriptif
Desa Sukarara termasuk Desa yang
masih sangat kuat memegang adat dan tradisi nenek moyangnya. Bersama desa tua
lainnya keberadaan desa ini menjadi daerah penyuplai kebudayaan untuk daerah,
seperti yang tergambar pada jumlah kelompok Budaya yang berjumlah 8 Kelompok
yang terdiri dari kelompok Gendang Beleq, Cilokaq dan Kasidah dan Kelompok
Tradisi sebanyak 15 Kelompok yang terdiri dari Kelompok Banjar Kematian,
Yasinan, Hiziban dan Arisan.
Selain menjaga kelestarian alat-alat budaya dan kelompoknya,
tradisi yang kuat pada hubungan kekeluargaan pun juga masih lekat. Ini ditandai
dengan kekhasan acara-acara keluarga atau even kampung yang digelar pada setiap
perayaan hari besar. Salah satu
tradisi yang masyarakat Sukarara jaga hingga kini adalah tradisi menenun.
Tradisi menenun ini dilakukan oleh seluruh perempuan yang tinggal di Desa
Sukarara. Menenun menjadi hal yang wajib dilakukan oleh semua perempuan di Desa
Sukarara. Menenun dilakukan oleh perempuan yang sudah berusia sepuluh tahun
hingga perempuan dewasa.
Kewajiban menenun ini didasari atas pekerjaan yang terbatas
di kawasan Lombok Timur. Kegiatan bertani yang tidak dilakukan setiap hari
membuat perempuan di Desa Sukarara menenun saat waktu senggang. Kegiatan
menenun bagi perempuan yang berumur sepuluh tahun, biasanya dimulai dengan
menenun kain-kain yang kecil dengan motif-motif yang mudah.
Penenun di Desa Sukarara berjumlah tiga ribu orang,
tingkatan yang paling mahir menenun adalah mereka yang berusia 16 tahun. Mereka
merupakan generasi produktif dalam menghasilkan kain-kain tenun desa Sukarara
Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Selain kegiatan menenun, penduduk desa Sukarara juga menjaga
keaslian rumah tinggal mereka. Rumah tinggal mereka bernama Bale Tani. Bale
berarti rumah dan Tani berarti adalah bertani yang merupakan profesi kebanyakan
masyarakat desa Sukarara. Masyarakat Desa Sukarara juga hingga kini masih
menjaga upacara-upacara adat mereka.
Pengelolaan Kawasan Ekowisata Berbasis
Masyarakat
Dalam mengelola kawasan ekowisata
desa Sukarara, masyarakat desa atau local mengerjakannya dengan swadaya. Maksud
dari pengelolaan swadaya adalah para warga desa selalu bermusyawarah dalam
memutuskan permasalahan yang terjadi di desa Sukarara. Local guide yang
merupakan warga asli desa Sukarara tidak memiliki jam kerja yang pasti. Mereka
secara bergantian ketika bertani, menjadi local guide bagi wisatawan dan serta
menjadi sales dari kain-kain hasil tenunan warga desa Sukarara.
Pengelolaan
Lokal Guide
Total lokal guide di Desa Sukarara
berjumlah 26 orang, namun yang aktif dalam memberikan arahan kepada wisatawan
hanya 15 orang. Dalam melaksanakan kegiatannya para local guide ini saling
bergantian. Jika diantara mereka bertani maka yang lainnya menjadi lokal guide
bagi wisatawan. Nurite salah seorang local guide menyatakan bahwa dalam
pengelolaan jam kerja bagi local guide tidak ditentukan. Untuk menyediakan
berbagai kebutuhan pokok warga desa seperti rumput pakan ternak, bertani, semua
dilakukan secara bermusyawarah dan diputuskan oleh kepala adat/suku.
Nurite juga menjelaskan bahwa
pengelolaan dana untuk desa juga bergantung dari donasi para wisatawan yang
dating. Buku tamu disediakan saat wisatawan dating untuk mengisinya dan
memberikan donasi bagi warga desa. Dari sinilah semua pembiayaan bagi
operasional desa adat. Biasanya dana itu digunakan untuk memperbaiki
rumah-rumah adat yang rusak.
Pemasaran
Kain Tenun
Dalam
menentukan pemasaran dari hasil tenunan, para warga desa membentuk suatu
koperasi. Desa Sukarara memiliki enam koperasi yang memasarkan kain hasil
tenunan warga desa. Mereka juga memikirkan untuk berpromosi desa mereka melalui
pameran pariwisata dan pameran kerajinan.
Untuk cara pengumpulan dari penenun,
disetiap kampong memiliki satu orang pengumpul kain hasil tenun. Orang inilah
yang nantinya akan berkeliling di setiap kampong untuk mengumpulkan kain hasil
tenunan. Setelah terkumpul, kain-kain itu akan dipasarkan melalui
koperasi-koperasi.
Koperasi kampong juga tidak dikelola
oleh pemerintah desa melainkan oleh seseorang yang dipercaya oleh warga
kampong. Saat ini ada delapan belas pengurus koperasi kampong yang memasarkan
kain-kain tenun desa Sukarara.
Untuk promosi keluar pulau Lombok,
Koperasi kampong akan bekerjasama denga Dinas Pemerintah Daerah Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Hingga saat ini, koperasi kain tenun Desa Sukarara telah
berhasil mengikuti pameran kerajinan daerah di beberapa kota besar di
Indonesia, diantaranya adalah di kota Jakarta.
Pelatihan
Ketrampilan Menenun
Dalam
meningkatkan keterampilan menenun, warga melakukannya dengan swadaya. Warga
desa Sukarara belajar menenun secara turun-temurun, mereka tidak memiliki guru
selain orang tua-orang tua mereka. Bahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok
Timur meminta seorang warga dari Desa Sukarara untuk menjadi pengajar di
Sekolah Dasar bidang ketrampilan menenun. Walaupun tidak menjadi pengajar
tetap, tetapi kegiatan mengajar menenun di sekolah dasar ini secara rutin
dilakukan setiap seminggu sekali.
Perempuan muda di desa Sukarara
sudah diajarkan menenun semenjak umur sepuluh tahun. Kegiatan menenun dilakukan
setelah pulang dari sekolah. Perempuan muda desa Sukarara berlatih menenun di
rumah-rumah mereka. Orang tua mereka berperan sebagai mentor dalam menenun. Mereka
biasanya belajar menenun hingga sore hari.
Dalam melatih perempuan-perempuan
muda menenun pun warga desa Sukarara sudah memiliki tahapan-tahapan. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh local guide di desa Sukarara bahwa untuk tahap
pertama pelatihan menenun tanpa motif alias polos. Ukuran kainnya pun berbeda,
untuk pemula menenun kain dengan ukuran yang lebih kecil.
Tingkat kesulitan menenun pun
semakin meningkat seiring dengan peningkatan ketrampilan dan keahlian dari
penenun. Penenun dikatakan ahli jika sudah mampu menenun dengan motif
Subhanalle, motif yang menurut warga desa Sukarara merupakan motif yang paling
sulit. Hal ini dikarenakan menenun dengan benang emas dan motif yang tingkat
kesulitannya sangat tinggi.
Pembiayaan
Desa Adat
Untuk membiayai Desa Adat seperti,
memperbaiki fisik rumah adat yang rusak, maka warga desa Sukarara melakukannya secara
swadaya. Warga desa urunan dalam menyediakan dana perbaikan rumah-rumah adat
yang rusak. Warga Desa memiliki dana dari hasil menjadi local guide, menjual kerajinan
berupa kain tenun, menyewakan penginapan dan kunjungan wisatawan ke desa adat.
Suku yang mendiami Desa Sukarara
adalah Suku Sasak, dimana mereka dipimpin oleh seorang kepala adat atau suku.
Ketika didapati ada bagian fisik dari desa adat yang mengalami kerusakan, maka
warga desa akan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan itu. Keputusan
diambil oleh kepala Suku dan pengerjaan perbaikan fisik yang rusak dikerjakan
secara bergotong royong.
Implikasinya terhadap Ketahanan
Masyarakat Desa Sukarara
Adapun
implikasinya bagi Ketahanan Masyarakat Desa Sukarara adalah, pertama, terhadap
ketahanan perekonomian masyarakat desa Sukarara. Berkembangnya kawasan
ekowisata desa Sukarara menjadi pendorong terangkatnya perekonomian warga desa.
Peningkatan terjadi dalam berbagai
aspek, diantaranya adalah, aspek jasa, aspek budaya, seni, perdagangan, dan
ketrampilan. Pengembangan kawasan ekowisata juga memunculkan pedagang kuliner,
jasa transportasi, rumah makan, jasa penginapan dan warung.
Selain terjadi peningkatan dalam
sector ekonomi, pengelolaan kawasan ekowisata di desa Sukarara juga membuka
lapangan-lapangan kerja baru. Lapangan kerja itu diantaranya adalah menjadi
local guide, menjadi anggota koperasi, menjadi sales dari kain tenun hasil
menenun warga desa Sukarara dan menjadi pelaksana pameran dari hasil kerajinan
warga desa Sukarara.
Implikasinya terhadap social
kemasyarakatan bagi warga Desa Sukarara diantaranya adalah penguatan social
kemasyarakatan diantara warga desa. Dimana lembaga adat semakin kuat dalam
pengambilan kebijakan diantara masyarakat. Sifat gotong royong diantara warga
desa juga semakin baik. Hal ini ditandai dengan pola pemecahan setiap
permasalahan yang ada, selalu dilakukan secara musyawarah dan diputuskan oleh
kepala adat/suku.
Implikasinya terhadap pelestarian
lingkungan, warga desa Sukarara secara paham dan mengerti saat ini lebih
menjaga lingkungan desanya. Pola hidup masyarakat hingga kini tetap berwawasan
lingkungan dengan melakukan perlindungan dan pelestarian terhadap alam.
Implikasinya terhadap tingkat
urbanisasi. Semenjak kawasan desa Sukarara dikelola secara ekowisata yang
tentunya sangat memberi manfaat bagi warga desa, maka saat ini sangat jarang
ditemui warga desa yang pergi keluar negeri untuk mencari nafkah. Warga desa
lebih memilih untuk tinggal di desa dan mengembangkan potensi desa yang ada.
Kesimpulan
Pengelolaan kawasan Desa Sukarara
secara ekowisata dapat dikatakan berhasil memberikan dampak positif baik bagi
warga desa, kehidupan social warga desa, perekonomian warga dan pelestarian
lingkungan serta budaya local. Masyarakat semenjak berperan aktif dalam
pengelolaan desa Sukarara secara ekowisata semakin paham akan pentingnya
menjaga kelestarian lingkungan.
Pengelolaan kawasan wisata secara
ekowisata terbukti mampu memberi lapangan kerja baru bagi warga desa sehingga
mampu mengurangi jumlah warga yang pergi keluar negeri menjadi Tenaga Kerja
Indonesia.
Saran
Pemerintah sebaiknya turun memberi
andil dalam hal pelatihan dan pendidikan pengelolaan ekowisata. Pelatihan yang
dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah Pelatihan bahasa asing, menejerial
pengelolaan objek wisata, pengadaan alat-alat tenun, pelatihan marketing bagi
sales-sales kain tenun hingga pelatihan manajerial pengelolaan koperasi.
Daftar Pustaka
Fennel
David, Ecotourism, New York, Routledge, 2008
Fennel
David, Dowling Ross, Ecotourism Policy and Planning, Cambridge, CABI
Publishing, 2003
Rosida
Idah, Partisipasi Pemuda Dalam Pengembangan Kawasan Ekowisata dan Implikasinya
Terhadap Ketahanan Masyarakat desa, Jurnal Ketahanan Nasional, 2014
Ni
Wayan Sri Agustini, I Made Adikampana, Pemberdayaan Masyarakat dalam Proses
Pengembangan Ekowisata Taman Sari Buwana di Desa Tunjuk Tabanan Bali, Jurnal
Destinasi Pariwisata Universitas Udayana Bali, 2014
Retno
Manuhoro Setyowati, Strategi Komunikasi yang Mendukung Perkembangan Pariwisata
Berbasis Ekonomi Kerakyatan, Universita Semarang, 2010
Nurpeni,
Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Ekowisata, Jurnal
Kajian Politik dan Masalah Pembangunan Universitas Nasional, 2015
Mochamad
Widjanarko, Dian Wismar’ein, Identifikasi Sosial Potensi Ekowisata Berbasis
Peran Masyarakat Lokal, Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 2011
Ni
Luh Putu Agustini Karta, I Ketut Putra Suarthana, Strategi Komunikasi Pemasaran
Ekowisata Pada Destinasi Wisata Dolphin Hunting Lovina, Jurnal Management
Strategi Bisnis dan Kewirausahaan STIE Triatma Mulya, 2014
Ahmad
Rosyidi Syahid, Ecotourism, Pariwisata Berwawasan Lingkungan, Makalah pada
penataran dosen dan tenaga pengajar bidang pariwisata, Direktorat Perguruan
Tinggi Swasta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cisarua, 1999
Audio
Wawancara
penenun warga desa Sukarare
Wawancara
tour guide desa Sukarare
Komentar
Posting Komentar